Pasuruan, Lindo - Bukan zamannya lagi di era globalisasi dan digital saat sekarang ini bentuk penagihan hutang-piutang dengan cara kekerasan, penekanan dan serta perampasan hingga sampai terjadi pengacaman terhadap korbannya.
Penagihan dengan cara tersebut jelas-jelas melanggar aturan hukum tertuang di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan serta melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Bentuk penagihan hutang ini lah yang dilakukan seorang rentenir kepada 32 orang (Korban) dengan gaya preman (Gangster). "Jelas hal ini sangat tidak manusiawi dan bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku khususnya terkait pidana pemerasan, pengancaman dan perbuatan yang tidak menyenangkan dan serta pelanggaran HAM," terang Moch. Srigati Sakti, S.H., C.TA., M.H., Minggu (07/05/2023).
Sakti panggilan akrab dari pengacara muda ini melanjutkan, hati kami tergerak dengan tindakan penagihan yang dilakukan rentenir yang tidak manusiawi ini.
"Kami selaku advokat siap membela dan bertempur habis-habisan kepada pihak rentenir demi orang-orang yang tertindas dan terintimidasi tersebut," ujar pengacara dari LP2KP (Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah).
Penagihan yang dilakukan rentenir ini betul-betul tidak berprikemanusiaan dan dilakukan pada waktu malam hari. Mereka memakai senjata api, melakukan pemukulan, penamparan hingga sampai penginjakan dan penarikan rambut serta penyiraman air susu ke muka, papar Sakti saat berada di Kantor LBH Mukti Pajajaran Kota Pasuruan.
"Lebih tragisnya lagi, rentenir ini juga melakukan eksekusi rumah milik korban dengan pemaksaan secara sepihak. Padahal yang berhak untuk mengeksekusi rumah tersebut pihak dari Pengadilan dan sudah terdapat penetapan dari Pengadilan," jelas Sakti.
"Akibat tindakan dari rentenir ini korban dipaksa untuk membayar kontrak rumahnya sendiri setiap bulannya," tambahnya.
Kami berharap kepada pihak peneggak hukum khususnya pihak Kepolisian Polres Pasuruan Kota agar memberikan atensinya terkait kasus ini. Saat sekarang ini citra Polisi di masyarakat sudah sangat bagus, tuturnya.
Menurut keterangan dari para korban bahwa rentenir yang berinisial Y ini sudah membayar atensi ke Kepolisian dan Kejaksaan. Y menantang kepada para korban, "Silahkan lapor siapa saja, saya tidak takut," imbuhnya.
"Saya berharap kepada Kapolresta Pasuruan agar bertindak tegas kepada rentenir yang tidak manusiawi tersebut. "Saya bersama-sama seluruh elemen masyarakat siap membela para korban ketidak-adilan". "Saya akan melakukan Pemantauan, Perlindungan dan tindakan hukum," terang Sakti.
“Sakti selaku Dewan Pembina LP2KP Jawa Timur berharap agar kasus ini menjadi atensi eksekutif dan legisatif di Kota Pasuruan terkait pidananya dan akan memberikan efek jera bagi pelaku," ungkapnya.
Nantinya, kita akan buktikan, "Apakah rentenir tersebut benar-benar kebal hukum". Gugatan perdata segera kami luncurkan dan tetap memberikan pemantauan sanksi pidana kepada rentenir yang selama ini dinilai meresahkan bagi masyarakat karena memberikan pinjaman dengan bunga yang sangat besar sedangkan tindakan penagihannya dilakukan secara arogan dan tidak manusiawi, bebernya.
Terkait penyitaan, dalam Pasal 1 ayat 16 KUHP berbunyi, "Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penunjukan dan peradilan.
Tindakan penyitaan disahkan oleh Undang-undang guna kepentingan acara pidana namun tidak boleh dilakukan dengan semena-mena tetapi dengan cara-cara yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh Undang-undang. "Jadi tidak boleh melanggar Hak Asasi Manusia,” urai Sakti.
Merujut pada Undang-undang tersebut sudah jelas. Jadi rentenir bukanlah pihak Kepolisian dan tidak berhak untuk melakukan penyitaan.
"Jika rentenir mau melakukan penyitaan maka harus melakukan gugatan terlebih dahulu kepada pengadilan setempat dan pihak rentenir harus menang terlebih dahulu terhadap gugatan yang diajukan sebab sita jaminan dilakukan atas perintah Hakim/Ketua Majelis sebelum atau selama proses pemeriksaan berlangsung dimana Hakim/Ketua Majelis membuat surat penetapan.
“Jika rentenir melakukan pemukulan terhadap anda atau istri anda karena anda tidak melakukan pembayaran terhadap sisa hutang tersebut, maka itu justru lebih baik. sebab tindakan pemukulan yang terjadi dapat menjerat pihak rentenir ke arah perbuatan Pidana sebagaimana dalam Pasal 351 ayat (1) dan (2) yang bunyinya : Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan".
"Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, maka dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun,” paparnya.
Kita harus bertempur habis-habisan jika menghadapi rentenir dan itu merupakan jalan satu-satunya sebab rentenir akan terus mencari mangsa (Korban) dalam bentuk apapun dan pada akhirnya untuk kepentingan pribadi.
Kami juga berharap kepada Pemerintah supaya bisa menurunkan suku bank agar pelaku usaha kecil khususnya pedagang kecil di pasar tradisional mendapatkan kemudahan pinjaman. Hal ini untuk menangkal kekejaman rentenir supaya tidak menindas masyarakat kecil, harap Sakti.
Sekali lagi, Sakti mengingatkan bahwa rentenir itu seperti tikus berbagai cara dilakukan, jadi kita harus berhati-hati melakukan peminjaman kepada rentenir sebab bunga pinjaman yang diberikannya diluar ketentuan Perbankan maupun lembaga jasa keuangan.
Contoh, jika BI Rate itu 9 persen, batas maksimalnya 9 persen ditambah 5 persen menjadi 14 persen. Ini adalah bunga yang berlaku di seluruh Indonesia sehingga kalau lebih dari 14 persen, maka sanksinya pidana, imbuhnya.
"Jadi kita harus melawan rentenir dengan hukum sebab rentenir itu lincah dan berbagai cara dilakukan. "Kami akan segera mengadukan siapapun backing dibalik rentenir tersebut" pungkasnya.
(Subakir)
0 komentar:
Posting Komentar